Gilakulogi adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana caranya mengamankan kewarasan dan kesadaran diri.Gilakulogi pertama kali dicetuskan oleh Pirman Suharto, Pengusaha penangkal petir atau anti petir asal Kota Bandung yang juga pendiri Cinta Kedaton. Sebagai Rakyat Pemikir - Pemikir Rakyat, Pirman Suharto kerapkali mengamati bahkan memperdalam berbagai literatur baik dari buku, manusia bahkan dari alam semesta untuk mempelajari kegilaan yang terlanjur dianggap waras di tengah masyarakat.
Karena ide dan gagasannya, tokoh dengan segudang julukan ini antara lain Eyang Petir Saepulloh, Ki Ageng Nuswantara,Ki Ageng Dwipantara, Zeus Jaman Now, dan Pirman Suharto dikenal sebagai Duta Bahagia Nusantara. Beliau terlahir dari keluarga sederhana dari pasangan berbahagia, ayahnya berasal dari Sumatera Barat sementara Ibunya berasal dari Jawa Timur.
Pirman Suharto selalu menyebarkan semangat dan cinta dengan gaya kalimat khasnya "Tetap semangat dan sukses selalu, jangan lupa bahagia. Merdekakan dengan cinta sejati dan sejatinya cinta"
Dia yang disebut “orang gila” adalah karena kemampuannya merasakan secara umum makna irrasionalitas, dimana terdapat modulasi khusus berkaitan dengan kegilaannya. Karenanya, ia ditempatkan dengan semantik hilang ingatan, tidak waras, orang yang patut diasingkan, dan julukan lainnya.
Menjadi diasingkan agar irrasionalitas yang dibawanya tidak mencederai komunitas di luar kegilaannya itu. Jika dilebur, maka kegilaan itu dipaksakan untuk melihat dirinya apa adanya. Dan itu akan membahayakan komunitas yang ada.
Irrasionalitas bersembunyi dalam kebisuan rumah-rumah pengurungan, namun kegilaan terus hadir di belahan dunia mana pun. Tampaknya semakin hari semakin banyak.
Kegilaan, hampir-hampir bukan salah satu kemungkinan yang dihasilkan oleh kesatuan tubuh dan jiwa, ia bukan hanya sekadar konsekuensi nafsu. Dengan diinstitusikan melalui kesatuan jiwa dan tubuh, kegilaan malah berbalik melawan kesatuan tersebut.
Kegilaan dimunculkan oleh nafsu melalui sebuah gerakan yang sesuai bagi dirinya sendiri, mengancam apa yang membuat nafsu muncul. Kegilaan merupakan salah satu bentuk kesatuan bagaikan hukum-hukum yang dikompromikan, dinodai, dan dimanifestasikan dengan tindakan rasional.
Kegilaan bisa ditimbulkan dari aspek yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Bisa karena faktor genetik, bisa pula disebabkan faktor empiris. Atau bisa dimungkinkan karena faktor kedua-duanya. Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk membahas aspek-aspek yang melatarbelakangi kegilaan.
Orang gila tampaknya menjadi monster yang menakutkan, maka perlu “penyekapan”, pasung, dan bahkan pengasingan. Hadirnya seperti tiada, tetapi abai dengan tidak memperlakukannya secara manusiawi adalah bagian dari jatuhnya martabat rasional kemanusiaan sejatuh-jatuhnya.
Di Abad Pertengahan di Eropa, khususnya Prancis sampai masa Revolusi, pertunjukan orang gila dipertontonkan di hari Minggu dengan menarik karcis. Di sebuah lapangan terbuka pertunjukan parade “orang gila”, cukup ramai yang menyaksikannya. Inilah bentuk penghinaan atas kemanusiaan, dimana orang gila dianggap sama dengan binatang yang ditampilkan di pertunjukan-pertunjukan sirkus.
Pada masyarakat yang ada, di era yang lebih mutakhir, kegilaan bisa muncul kapan saja, muncul dengan sendirinya, karena keadaan-keadaan dirinya yang tidak padu antara tubuh dan pikirannya. Ada juga kegilaan yang sengaja dimunculkan karena tengah dibutuhkan oleh sebab-sebab tertentu. Inilah yang biasa disebut gila jadi-jadian.
Saat ini Pirman Suharto berusaha mengajak pemuda pemudi Indonesia untuk menjadi SANTRIPREUNER berdasarkan potensi masing-masing.
Merdekakan !!!
Salam Nusantara Agung
0 komentar:
Posting Komentar